Indeks Kinerja OBH, Pastikan Bantuan Hukum bagi Orang Miskin Tidak Asal-asalan

By Admin

nusakini.com--Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) terus melakukan peningkatan kualitas layanan bantuan hukum terutama bagi rakyat kurang mampu yang mempunyai masalah hukum pidana maupun perdata. Untuk memastikan layanan bantuan hukum tidak diberikan secara asal-asalan, kualitas Organisasi Bantuan Hukum (OBH) diperbaiki dengan indeks kinerja dan melakukan akreditasi ulang OBH.   

Inovasi yang dilakukan BPHN yang dinamakan Indeks Kinerja OBH ini masuk dalam Top 99 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) 2018. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Enny Nurbaningsih menjelaskan, sistem berbasis teknologi ini memberi solusi bagi pengukuran kualitas dan pengawasan layanan bantuan hukum. Indeks Kinerja OBH adalah jawaban atas pelaksanaan pemberian bantuan hukum yang profesional, akuntabel, sinergi, transparan dan inovatif. 

Dikatakan, dengan adanya indeks OBH, sangat mudah bagi semua pihak melihat kualitas layanan bantuan hukum dari OBH, terutama bagi masyarakat miskin. Selain itu, pengawasan kualitas bantuan hukum lebih terukur. indeks kinerja ini juga memudahkan bagi semua pihak untuk melakukan reward and punishment. “Ini harus dilakukan dan harus ada. Rakyat miskin harus dapat sesuatu yang merupakan hak mereka,” imbuh Enny. 

Bantuan Hukum Gratis untuk masyarakat miskin merupakan inti dari akses keadilan dan pelaksanaan SDGs 16 tentang Perdamaian, Keadilan, dan Institusi Peradilan yang Kuat. Dalam indikator butir 3 yakni menggalakkan kedaulatan hukum di tingkat nasional dan internasional dan menjamin akses yang sama terhadap keadilan bagi semua. 

Di Indonesia, pelaksanaan Bantuan Hukum didukung dengan penggunaan Teknologi Informasi. Diberlakukannya SIDBANKUM (Sistem Informasi Database Bantuan Hukum) sejak tahun 2015 membuat pelaksanaan Bantuan Hukum Gratis untuk Masyarakat Miskin sebagai implementasi UU 16/2011 tentang Bantuan Hukum menjadi lebih efektif, efisien, transparan, akuntabel dan profesional. Dampaknya secara signifikan terletak pada meningkatnya jumlah Penerima Bantuan Hukum walaupun dengan jumlah anggaran Bantuan Hukum relatif sama.

Dalam re-akreditasi OBH 2018, skor Indeks Kinerja OBH menjadi salah satu komponen yang menentukan apakah sebuah OBH dapat naik atau turun akreditasinya. Jika spektrum buruk, akreditasi akan diturunkan. Dengan sistem ini, pendampingan OBH juga akan dinilai sejak tahap awal proses hukum berlangsung. “Misalnya terkait pidana, mulai mereka di penyidikan, sesuai atau tidak dengan Permenkumham sebagai petunjuk teknis mereka. Itu yang kita nilai,” jelas Enny. 

Ujicoba invasi ini dilaksanakan pada 2016 di beberapa provinsi oleh Panitia Pengawas Pusat. Pada 2017 dimulai penggunaan Indeks Kinerja OBH yang masih menggunakan aplikasi Akses dari Microsoft. Kemudian pada tahun 2018, sudah mulai dimasukkan ke dalam aplikasi Sistem Informasi Database bantuan Hukum (Sidbankum). Pada tahun ini pula, pengembangan Indeks Kinerja OBH ada di layanan non litigasi. 

Untuk keberlanjutan sistem ini, Kemenkumham melakukan workshop dan sosialisasi di kantor-kantor wilayah untuk kepentingan replikasi. Bahkan, Indeks Kinerja OBH ini sudah dipelajari oleh beberapa negara, seperti Nepal, Tahiland, Vietnam, dan Myanmar. 

Sejumlah forum internasional juga sudah mempelajari implementasi bantuan hukum di Indonesia. Forum –forum itu diantarany, 2nd International Conference on Legal Aid in Criminal Justice System Buenos Aires, di Argentina pada 2016, 6th Asia Pro Bono Conference dan Legal Emplowerment Workshop di Kuala Lumpur 2017, serta International Seminar on Criminal Legal Aid di Guangdong-Guangzhu 2018. (p/ab)